Senin, 18 November 2019

Hubungan Industrial Pancasila

NAMA                       : ANISA DEWI S (30217785)
KELAS                      : 3DD02
MATA KULIAH       : HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA


SERIKAT PEKERJA
1.      Pengertian Serikat Pekerja
·         Pengertian Secara Umum
Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

·         Pengertian Menurut Ahli
Henry Simamora mengemukakan bahwa Serikat Pekerja adalah sebuah organisasi yang berunding bagi karyawan tentang upah-upah, jam-jam kerja, dan syarat-syarat dan kondisi-kondisi pekerjaan lainnya (1999: 678). Dari pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa serikat pekerja merupakan organisasi berunding bagi para pekerja. Dengan kehadiran Serikat Pekerja para pekerja dapat melakukan negosiasi dengan pengusaha dalam hal kebijakan perusahaan, sebab ketika ada serikat pekerja maka menjadi sebuah kewajiban bagi pengusaha untuk menegosiasikan segala sesuatu dengan serikat pekerja.

2.      Teori Serikat Pekerja
·        Teori Revolusi
Teori  Revolusi muncul dari pergerakan buruh sosialis dan komunis. Menurut pandangan pemuka-pemuka teori Revolusi, sejarah adalah catatan tentang perjuangan kelas. Kelas pekerja diciptakan oleh industrialisasi. Dalam teori ini berusaha menciptakan suatu dunia tanpa kelas-kelas dalam masyarakat, sehingga keadaan masyarakat dalam persamaan ekonomi bagi semua oarang.

·        Teori Demokrasi Industri
Teori ini memasukkan unsur demokrasi dalam hubungan kerja Industri. Berdasarkan penelitian Sydney dan Beatrice Webb terhadap serikat buruh di Inggris, maka dikemukakan teori Demokrasi Industri. Mereka menyimpulkan bahwa perkembangan serikat buruh dalam hubungan kerja industri sejajar dengan pertumbuhan demokrasi dalam pemerintahan.

·        Teori Business Unionism
Teori ini lebih mengutamakan pada aspek ekonomis daripada aspek politisnya. Menurut teori ini, karyawan bersedia bergabung menjadi anggota serikat buruh agar dapat diwakili dalam perundingan dan tawar-menawar tentang syarat-syarat kerja, kondisi kerja, kontrak kerja dan dalam pengawasan hubungan kerja sehari-hari.

·        Teori Sosiopsikologis
Menurut teori ini, serikat buruh dianggap sebagai wadah bagi para buruh agar dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan keinginan mereka.

·        Teori Perubahan
Menurut teori ini, tujuan serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi kerja dalam perusahaan dan perubahan masyarakat.

3.      Sejarah Serikat Pekerja
·         Masa Kolonial
Pada masa kolonial, buruh adalah sebutan untuk sekelompok masyarakat di koloni yang termasuk kaum pekerja, kuli, petani, pegawai Pemerintah, buruh kereta api, perkebunan, pertambangan, industri, jasa, pelabuhan, dan sebagainya. Gerakan-gerakan protes dari kaum petani yang muncul untuk menuntut perbaikan kesejahteraan, kemudian memberikan inspirasi kepada kaum buruh untuk menggalang kekuatan secara kolektif, yang diinisiasi oleh buruh yang bekerja di perusahaan kereta api menuntut perbaikan kondisi kerja.
Perekonomian dimasa kolonial, sebagian besar pekerjaan menuntut tenaga-tenaga fisik yang kuat dan sedikit keterampilan. Oleh karena itu banyak penduduk khususnya di perkotaan yang bekerja sebagai buruh dengan upah harian atau per-jam yang sangat rendah, tanpa jaminan pekerjaan yang mengakibatkan buruh harus terus berpindah pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk masyarakat Eropa, atau untuk tingkat yang lebih rendah, bagi orang-orang Indonesia atau orang-orang Cina yang kaya, dimana mereka diikat dalam perjanjian dengan upah yang tidak tetap atau kontrak kerja. Sensus tahun 1930, sensus paling teliti di antara sensus-sensus lainnya, menghitung bahwa antara 30%-40% buruh Pribumi di Batavia, Semarang, Surabaya, dan Bandung bekerja sebagai buruh dengan upah harian atau sebagai pembantu rumah tangga.
Serikat Buruh pertama di Jawa dibentuk pada 1905 dalam Perusahaan Kereta Api, tetapi serikat buruh ini dan serikat-serikat buruh lainnya berada dibawah kendali Eropa dan hanya merekrut sejumlah kecil buruh Pribumi. Serikat Buruh mulai banyak terbentuk dan meluas pada tahun 1910-an segera setelah Perang Dunia I ketika serikat-serikat buruh tersebut melakukan gelombang pemogokan yang berkesinambungan dan cukup berhasil sampai 1921.
Pada tahun 1920 telah tercatat bahwa ada sekitar 100 serikat buruh dengan 100.000 anggota. Hal ini tidak terlepas upaya propaganda yang dilakukan oleh aktivis buruh dengan berbagai macam cara seperti pamflet, surat kabar, dan selebaran. Peningkatan jumlah buruh upahan di perkotaan yang terus meluas, dan sadar akan kondisi eksploitatif tempat mereka bekerja dan hidup, serta mulai percaya bahwa mungkin mereka mampu melakukan perbaikan. Pada masa itu, serikat buruh sudah secara aktif dalam usaha kerasnya meningkatkan upah dan juga memperbaiki kondisi kerja bagi para anggota, melalui berbagai cara salah satunya adalah pemogokan.

·         Masa Kemerdekaan
Di Indonesia, khususnya jelang dan setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, serikat buruh menjadi organisasi sosial yang penting karena keterlibatan mereka di dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankannya. Ini mendorong lahirnya berbagai undang-undang dan peraturan yang amat melindungi buruh justru ketika Indonesia belum sepenuhnya merdeka, seperti UU No. 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja yang merupakan undang-undang pertama hasil karya pemerintah Indonesia, disusul dengan UU No. 12/1948 tentang Kerja yang berisi berbagai ketentuan yang amat maju pada masanya untuk perlindungan buruh, seperti waktu kerja delapan jam sehari, hak cuti haid bagi buruh perempuan dan lain-lain.
Kecenderungan undang-undang protektif ini berlanjut terus hingga tahun 1950an dengan lahirnya beberapa undang-undang lain yang senada. Seperti UU No 21/1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan yang berisi jaminan untuk hak berunding secara kolektif bagi serikat buruh. Juga UU No. 22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang mengkanalisasi perselisihan ke lembaga semi-pengadilan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan; termasuk di dalam UU ini adalah larangan pemutusan hubungan kerja tanpa izin terlebih dahulu dari Negara; dan sebagainya.
Di sisi lain, pada masa orde lama Pemimpin Buruh Indonesia telah diperhitungkan dalam kancah internasional karena jadi pelaku utama yang melahirkan wadah serikat buruh internasional. Serikat Buruh Sarbumusi dan Gasbindo ikut mendirikan Konfederasi Buruh Independen Dunia (ICFTU), sementara SOBSI ikut mendirikan wadah serikat buruh sosialis (WFTU).

·         Masa Orde Baru
Lahirlah Masa Orde Baru pada tahun 1965 di bawah Jenderal Soeharto, yang mengambil alih kekuasaan dengan terutama menghancurkan seluruh gerakan progresif termasuk gerakan buruh yang dilumpuhkan dengan tuduhan keterlibatan pada percobaan kudeta yang diklaim dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Gerakan 30 September (G30S), yang memberi legitimasi tentara mengambil alih kekuasaan dengan menghancurkan berbagai organisasi pendukung PKI dan khususnya organisasi buruh yang tergabung di bawah Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI).
Penghancuran gerakan buruh ini tidak hanya dialami oleh organisasi buruh di bawah PKI, tetapi semua organisasi buruh yang ada pada waktu itu. Sehingga, dengan demikian, Masa Orde Baru pun lahir dan berkembang dengan penghilangan secara sistematis sebuah kekuatan pengimbang dari organisasi sosial dengan tuntutan kesejahteraan dan keadilan sosial seperti serikat buruh, yang selama lebih 30 tahun berada dalam kontrol ketat Negara tanpa peluang menjadi kekuatan pengimbang yang sesungguhnya.
Cukup percaya diri dengan kekuatannya, Orde Baru mempertahankan, atau lebih tepatnya tidak menaruh peduli, undang-undang yang protektif tadi selama era kekuasaannya yang otoriter, namun juga tidak melaksanakannya. Inilah yang dulu disebut sebagai “policy of law non-enforcement”, atau kebijakan untuk tidak menegakkan hukum. Serikat buruh dan gerakannya pun secara sistematis dibungkam, yang menghasilkan posisi tawar buruh yang amat lemah di tingkat perusahaan apalagi untuk mempengaruhi kebijakan dan pembentukan kebijakan ekonomi yang lebih berkeadilan di negeri ini. Satu-satunya serikat buruh yang dibolehkan ada hanyalah SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), yang praktis hanya menjadi stempel dari kebijakan Pemerintah Orde Baru pada waktu itu.

·         Masa Reformasi
Pada masa reformasi mulai terjadi perubahan dengan khususnya relaksasi prosedur pembentukan serikat buruh. Begitu mulai berkuasa, Presiden Habibie yang menggantikan Presiden Soeharto meratifikasi Konvensi ILO No. 87 menjamin hak untuk berserikat bagi buruh. Konvensi ini melengkapi Konvensi No. 98 tentang perundingan kolektif yang sudah diratifikasi sejak tahun 1950an. Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris pun mengeluarkan sebuah Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mewajibkan agar seluruh serikat buruh yang ada, termasuk SPSI, untuk mendaftar ulang. Ini memungkinkan hadirnya serikat-serikat baru yang marak bermunculan setelahnya, baik yang merupakan pecahan dari SPSI maupun yang betul-betul baru dibentuk pasca-reformasi.
Kebijakan ini kemudian dikuatkan dengan disahkannya UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menjadi dasar hukum untuk berkembang dan berfungsinya serikat buruh yang independen dan gerakan yang mereka lakukan kemudian. Undang-undang ini merupakan satu paket dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjadi sumber hukum material, dan UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menjadi sumber hukum formil penyelesaian perselisihan perburuhan.
Bagi Indonesia, dengan disahkannya UU No. 21/2000, inilah pertama kalinya ada undang-undang yang merupakan pengakuan secara tegas keberadaan dan hak hukum serikat buruh, setelah lebih tiga puluh tahun gerakan serikat buruh dijinakkan dan dikontrol di bawah konsep dan praktek korporatisme Negara. Meski undang-undang tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar bagi berkembangnya serikat buruh di negeri ini, posisi mereka secara umum masih amat lemah. Pengakuan Negara mengenai keberadaan mereka tidak lantas berarti pengakuan dari pengusaha, yang dikombinasikan dengan lemahnya penegakan hukum yang aktif dari pemerintah dan ketidakpedulian pengusaha yang tidak melihat baik konsekuensi negatif maupun positif untuk mengakui keberadaan serikat buruh itu. Ditambah lagi oleh konflik dan fragmentasi di antara serikat buruh sendiri yang masih amat problematis dan menghambat perkembangan dari posisi serikat buruh yang lebih kuat di masyarakat.

4.      Struktur Organisasi
Berikut merupakan contoh struktur organisasi Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS):


5.      Tujuan Terbentuknya Serikat Pekerja
·         Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja
·         Memperbaiki kondisi-kondisi dan syarat-syarat kerja melalui perjanjian kerja bersama dengan manajemen/pengusaha
·         Melindungi dan membela pekerja beserta keluarganya akan keadaan sosial dimana mereka mengalami kondisi sakit, kehilangan dantanpa kerja (PHK).
·         Mengupayakan agar manajemen/pengusaha mendengarkan dan mempertimbangkan suara atau pendapat serikat pekerja sebelum membuat keputusan

6.      Contoh Kasus
PT XL Axiata Tbk telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 200 lebih karyawan. PHK ini dilakukan dengan alasan reorganisasi perusahaan untuk menyesuaikan dengan sistem yang ada. XL Axiata melakukan transformasi organisasi dengan alasan persaingan bisnis dan perubahan ke era digital yang terjadi pada industri telekomunikasi di Indonesia. Salah satu dampak transformasi organisasi tersebut adalah PHK massal. Serikat Pekerja XL Axiata telah memperingatkan perusahaan agar rencana transformasi organisasi yang akan dilakukan manajemen tidak boleh dilakukan sepihak dan memaksa.
Dari 200-an lebih karyawan yang di-PHK, ada yang dari awal sepakat atau menginginkan PHK, tapi sebagian lagi terpaksa menandatangani surat PHK. Namun, satu orang yaitu Zulkarnain tetap bersikukuh menolak PHK. Serikat Pekerja XL Axiata dan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia yang mendampingi Zulkarnain telah melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan agar yang bersangkutan tetap bisa bekerja. Namun, perusahaan tetap mengancam akan mem-PHK Zulkarnain jika tetap menolak. Perusahaan telah mengirim surat ke Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Selatan untuk memfasilitasi upaya tripartit terkait PHK Zulkarnain, setelah upaya bipartit tidak tercapai.
Menurut saya, sebelum dilakukannya PHK massal pada PT. XL Axiata Tbk,  seharusnya pihak perusahaan melakukan audit manajemen karyawan kepada para pekerjanya, agar mengetahui bagaimana pencapaian efektivitas kerja karyawannya, tujuannya adalah untuk mengetahui kelemahan. Penyimpangan yang terjadi terkait adanya PHK massal tersebut dimungkinkannya diadakan audit manajemen karyawan ini agar dapat diketahui adanya alternatif dan saran agar perusahaan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerjanya secara sepihak dan memaksa.



DAFTAR PUSTAKA
Suprihanto John, Hubungan Industrial, BPFE, Yogyakarta, 2002
John Ingleson, Perkotaan, Masalah Sosial, & Perburuhan Di Jawa Masa Kolonial, Jakarta: Komunitas Bambu, 2013, Hal vi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Struktur_organisasi_FSPS.png

https://tirto.id/xl-axiata-phk-massal-hingga-dugaan-pelemahan-serikat-buruh-cBTX

1 komentar:

Hubungan Industrial Pancasila

NAMA                        : ANISA DEWI S (30217785) KELAS                       : 3DD02 MATA KULIAH         : HUBUNGAN INDUSTRIAL PAN...