NAMA : ANISA DEWI S (30217785)
KELAS : 3DD02
MATA
KULIAH : HUBUNGAN INDUSTRIAL
PANCASILA
SERIKAT
PEKERJA
1.
Pengertian
Serikat Pekerja
·
Pengertian
Secara Umum
Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk
dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar
perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.
·
Pengertian
Menurut Ahli
Henry Simamora mengemukakan bahwa Serikat Pekerja adalah
sebuah organisasi yang berunding bagi karyawan tentang upah-upah, jam-jam
kerja, dan syarat-syarat dan kondisi-kondisi pekerjaan lainnya (1999: 678).
Dari pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa serikat pekerja
merupakan organisasi berunding bagi para pekerja. Dengan kehadiran Serikat
Pekerja para pekerja dapat melakukan negosiasi dengan pengusaha dalam hal
kebijakan perusahaan, sebab ketika ada serikat pekerja maka menjadi sebuah
kewajiban bagi pengusaha untuk menegosiasikan segala sesuatu dengan serikat
pekerja.
2.
Teori
Serikat Pekerja
·
Teori Revolusi
Teori
Revolusi muncul dari pergerakan buruh sosialis dan komunis. Menurut pandangan
pemuka-pemuka teori Revolusi, sejarah adalah catatan tentang perjuangan kelas.
Kelas pekerja diciptakan oleh industrialisasi. Dalam teori ini berusaha
menciptakan suatu dunia tanpa kelas-kelas dalam masyarakat, sehingga keadaan
masyarakat dalam persamaan ekonomi bagi semua oarang.
·
Teori Demokrasi Industri
Teori ini
memasukkan unsur demokrasi dalam hubungan kerja Industri. Berdasarkan
penelitian Sydney dan Beatrice Webb terhadap serikat buruh di Inggris, maka
dikemukakan teori Demokrasi Industri. Mereka menyimpulkan bahwa perkembangan
serikat buruh dalam hubungan kerja industri sejajar dengan pertumbuhan
demokrasi dalam pemerintahan.
·
Teori Business Unionism
Teori ini
lebih mengutamakan pada aspek ekonomis daripada aspek politisnya. Menurut teori
ini, karyawan bersedia bergabung menjadi anggota serikat buruh agar dapat
diwakili dalam perundingan dan tawar-menawar tentang syarat-syarat kerja,
kondisi kerja, kontrak kerja dan dalam pengawasan hubungan kerja sehari-hari.
·
Teori Sosiopsikologis
Menurut
teori ini, serikat buruh dianggap sebagai wadah bagi para buruh agar dapat
memenuhi berbagai macam kebutuhan dan keinginan mereka.
·
Teori Perubahan
Menurut
teori ini, tujuan serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan
perubahan kondisi kerja dalam perusahaan dan perubahan masyarakat.
3.
Sejarah
Serikat Pekerja
·
Masa Kolonial
Pada masa kolonial, buruh adalah sebutan untuk
sekelompok masyarakat di koloni yang termasuk kaum pekerja, kuli, petani,
pegawai Pemerintah, buruh kereta api, perkebunan, pertambangan, industri, jasa,
pelabuhan, dan sebagainya. Gerakan-gerakan
protes dari kaum petani yang muncul untuk menuntut perbaikan kesejahteraan,
kemudian memberikan inspirasi kepada kaum buruh untuk menggalang kekuatan
secara kolektif, yang diinisiasi oleh buruh yang bekerja di perusahaan kereta
api menuntut perbaikan kondisi kerja.
Perekonomian dimasa kolonial, sebagian besar pekerjaan
menuntut tenaga-tenaga fisik yang kuat dan sedikit keterampilan. Oleh karena
itu banyak penduduk khususnya di perkotaan yang bekerja sebagai buruh dengan
upah harian atau per-jam yang sangat rendah, tanpa jaminan pekerjaan yang
mengakibatkan buruh harus terus berpindah pekerjaan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lainnya.
Sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga
untuk masyarakat Eropa, atau untuk tingkat yang lebih rendah, bagi orang-orang
Indonesia atau orang-orang Cina yang kaya, dimana mereka diikat dalam
perjanjian dengan upah yang tidak tetap atau kontrak kerja. Sensus tahun 1930,
sensus paling teliti di antara sensus-sensus lainnya, menghitung bahwa antara
30%-40% buruh Pribumi di Batavia, Semarang, Surabaya, dan Bandung bekerja
sebagai buruh dengan upah harian atau sebagai pembantu rumah tangga.
Serikat Buruh pertama di Jawa dibentuk pada 1905 dalam
Perusahaan Kereta Api, tetapi serikat buruh ini dan serikat-serikat buruh
lainnya berada dibawah kendali Eropa dan hanya merekrut sejumlah kecil buruh
Pribumi. Serikat Buruh mulai banyak terbentuk dan meluas pada tahun
1910-an segera setelah Perang Dunia I ketika serikat-serikat buruh tersebut
melakukan gelombang pemogokan yang berkesinambungan dan cukup berhasil sampai
1921.
Pada tahun 1920 telah tercatat bahwa ada sekitar 100
serikat buruh dengan 100.000 anggota. Hal ini tidak terlepas upaya propaganda
yang dilakukan oleh aktivis buruh dengan berbagai macam cara seperti pamflet,
surat kabar, dan selebaran. Peningkatan jumlah buruh upahan di perkotaan yang
terus meluas, dan sadar akan kondisi eksploitatif tempat mereka bekerja dan
hidup, serta mulai percaya bahwa mungkin mereka mampu melakukan perbaikan. Pada
masa itu, serikat buruh sudah secara aktif dalam usaha kerasnya meningkatkan
upah dan juga memperbaiki kondisi kerja bagi para anggota, melalui berbagai
cara salah satunya adalah pemogokan.
·
Masa Kemerdekaan
Di Indonesia, khususnya jelang dan setelah proklamasi
kemerdekaan tahun 1945, serikat buruh menjadi organisasi sosial yang penting
karena keterlibatan mereka di dalam perjuangan kemerdekaan dan
mempertahankannya. Ini mendorong lahirnya berbagai undang-undang dan peraturan yang
amat melindungi buruh justru ketika Indonesia belum sepenuhnya merdeka, seperti
UU No. 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja yang merupakan undang-undang pertama
hasil karya pemerintah Indonesia, disusul dengan UU No. 12/1948 tentang Kerja
yang berisi berbagai ketentuan yang amat maju pada masanya untuk perlindungan
buruh, seperti waktu kerja delapan jam sehari, hak cuti haid bagi buruh
perempuan dan lain-lain.
Kecenderungan undang-undang protektif ini berlanjut
terus hingga tahun 1950an dengan lahirnya beberapa undang-undang lain yang
senada. Seperti UU No 21/1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat
Buruh dan Majikan yang berisi jaminan untuk hak berunding secara kolektif bagi
serikat buruh. Juga UU No. 22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
yang mengkanalisasi perselisihan ke lembaga semi-pengadilan Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan; termasuk di dalam UU ini adalah larangan
pemutusan hubungan kerja tanpa izin terlebih dahulu dari Negara; dan
sebagainya.
Di sisi lain, pada masa orde lama Pemimpin Buruh
Indonesia telah diperhitungkan dalam kancah internasional karena jadi pelaku
utama yang melahirkan wadah serikat buruh internasional. Serikat Buruh
Sarbumusi dan Gasbindo ikut mendirikan Konfederasi Buruh Independen Dunia
(ICFTU), sementara SOBSI ikut mendirikan wadah serikat buruh sosialis (WFTU).
·
Masa Orde Baru
Lahirlah Masa Orde Baru pada tahun 1965 di bawah
Jenderal Soeharto, yang mengambil alih kekuasaan dengan terutama menghancurkan
seluruh gerakan progresif termasuk gerakan buruh yang dilumpuhkan dengan
tuduhan keterlibatan pada percobaan kudeta yang diklaim dilakukan oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI) dengan Gerakan 30 September (G30S), yang memberi
legitimasi tentara mengambil alih kekuasaan dengan menghancurkan berbagai
organisasi pendukung PKI dan khususnya organisasi buruh yang tergabung di bawah
Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI).
Penghancuran gerakan buruh ini tidak hanya dialami
oleh organisasi buruh di bawah PKI, tetapi semua organisasi buruh yang ada pada
waktu itu. Sehingga, dengan demikian, Masa Orde Baru pun lahir dan berkembang
dengan penghilangan secara sistematis sebuah kekuatan pengimbang dari
organisasi sosial dengan tuntutan kesejahteraan dan keadilan sosial seperti
serikat buruh, yang selama lebih 30 tahun berada dalam kontrol ketat Negara
tanpa peluang menjadi kekuatan pengimbang yang sesungguhnya.
Cukup percaya diri dengan kekuatannya, Orde Baru
mempertahankan, atau lebih tepatnya tidak menaruh peduli, undang-undang yang
protektif tadi selama era kekuasaannya yang otoriter, namun juga tidak
melaksanakannya. Inilah yang dulu disebut sebagai “policy of law
non-enforcement”, atau kebijakan untuk tidak menegakkan hukum. Serikat buruh
dan gerakannya pun secara sistematis dibungkam, yang menghasilkan posisi tawar buruh
yang amat lemah di tingkat perusahaan apalagi untuk mempengaruhi kebijakan dan
pembentukan kebijakan ekonomi yang lebih berkeadilan di negeri ini.
Satu-satunya serikat buruh yang dibolehkan ada hanyalah SPSI (Serikat Pekerja
Seluruh Indonesia), yang praktis hanya menjadi stempel dari kebijakan
Pemerintah Orde Baru pada waktu itu.
·
Masa Reformasi
Pada masa reformasi mulai terjadi perubahan dengan
khususnya relaksasi prosedur pembentukan serikat buruh. Begitu mulai berkuasa,
Presiden Habibie yang menggantikan Presiden Soeharto meratifikasi Konvensi ILO
No. 87 menjamin hak untuk berserikat bagi buruh. Konvensi ini melengkapi
Konvensi No. 98 tentang perundingan kolektif yang sudah diratifikasi sejak
tahun 1950an. Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris pun mengeluarkan
sebuah Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mewajibkan agar seluruh serikat
buruh yang ada, termasuk SPSI, untuk mendaftar ulang. Ini memungkinkan hadirnya
serikat-serikat baru yang marak bermunculan setelahnya, baik yang merupakan
pecahan dari SPSI maupun yang betul-betul baru dibentuk pasca-reformasi.
Kebijakan ini kemudian dikuatkan dengan disahkannya UU
No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menjadi dasar hukum
untuk berkembang dan berfungsinya serikat buruh yang independen dan gerakan
yang mereka lakukan kemudian. Undang-undang ini merupakan satu paket dengan UU
No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjadi sumber hukum material, dan UU
No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menjadi
sumber hukum formil penyelesaian perselisihan perburuhan.
Bagi Indonesia, dengan disahkannya UU No. 21/2000,
inilah pertama kalinya ada undang-undang yang merupakan pengakuan secara tegas
keberadaan dan hak hukum serikat buruh, setelah lebih tiga puluh tahun gerakan
serikat buruh dijinakkan dan dikontrol di bawah konsep dan praktek korporatisme
Negara. Meski undang-undang tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi
dasar bagi berkembangnya serikat buruh di negeri ini, posisi mereka secara umum
masih amat lemah. Pengakuan Negara mengenai keberadaan mereka tidak lantas
berarti pengakuan dari pengusaha, yang dikombinasikan dengan lemahnya penegakan
hukum yang aktif dari pemerintah dan ketidakpedulian pengusaha yang tidak
melihat baik konsekuensi negatif maupun positif untuk mengakui keberadaan
serikat buruh itu. Ditambah lagi oleh konflik dan fragmentasi di antara serikat
buruh sendiri yang masih amat problematis dan menghambat perkembangan dari
posisi serikat buruh yang lebih kuat di masyarakat.
4.
Struktur
Organisasi
Berikut merupakan contoh struktur organisasi Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS):
5.
Tujuan
Terbentuknya Serikat Pekerja
·
Melindungi
dan membela hak dan kepentingan pekerja
·
Memperbaiki
kondisi-kondisi dan syarat-syarat kerja melalui perjanjian kerja bersama dengan
manajemen/pengusaha
·
Melindungi
dan membela pekerja beserta keluarganya akan keadaan sosial dimana mereka
mengalami kondisi sakit, kehilangan dantanpa kerja (PHK).
·
Mengupayakan
agar manajemen/pengusaha mendengarkan dan mempertimbangkan suara atau pendapat
serikat pekerja sebelum membuat keputusan
6.
Contoh
Kasus
PT XL Axiata Tbk telah melakukan pemutusan hubungan kerja
(PHK) massal terhadap 200 lebih karyawan. PHK ini dilakukan dengan alasan
reorganisasi perusahaan untuk menyesuaikan dengan sistem yang ada. XL Axiata
melakukan transformasi organisasi dengan alasan persaingan bisnis dan perubahan
ke era digital yang terjadi pada industri telekomunikasi di Indonesia. Salah
satu dampak transformasi organisasi tersebut adalah PHK massal. Serikat Pekerja
XL Axiata telah memperingatkan perusahaan agar rencana transformasi organisasi
yang akan dilakukan manajemen tidak boleh dilakukan sepihak dan memaksa.
Dari 200-an lebih karyawan yang di-PHK, ada yang dari awal
sepakat atau menginginkan PHK, tapi sebagian lagi terpaksa menandatangani surat
PHK. Namun, satu orang yaitu Zulkarnain tetap bersikukuh menolak PHK. Serikat
Pekerja XL Axiata dan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia yang
mendampingi Zulkarnain telah melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan agar
yang bersangkutan tetap bisa bekerja. Namun, perusahaan tetap mengancam akan
mem-PHK Zulkarnain jika tetap menolak. Perusahaan telah mengirim surat ke Dinas
Ketenagakerjaan Jakarta Selatan untuk memfasilitasi upaya tripartit terkait PHK
Zulkarnain, setelah upaya bipartit tidak tercapai.
Menurut saya, sebelum dilakukannya PHK massal pada PT. XL
Axiata Tbk, seharusnya pihak perusahaan
melakukan audit manajemen karyawan kepada para pekerjanya, agar mengetahui
bagaimana pencapaian efektivitas kerja karyawannya, tujuannya adalah untuk
mengetahui kelemahan. Penyimpangan yang terjadi terkait adanya PHK massal tersebut
dimungkinkannya diadakan audit manajemen karyawan ini agar dapat diketahui
adanya alternatif dan saran agar perusahaan tidak melakukan Pemutusan Hubungan
Kerjanya secara sepihak dan memaksa.
DAFTAR
PUSTAKA
Suprihanto
John, Hubungan Industrial,
BPFE, Yogyakarta,
2002
John Ingleson,
Perkotaan, Masalah Sosial, & Perburuhan Di Jawa Masa Kolonial, Jakarta: Komunitas Bambu, 2013, Hal vi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Struktur_organisasi_FSPS.png
https://tirto.id/xl-axiata-phk-massal-hingga-dugaan-pelemahan-serikat-buruh-cBTX

jangan lupa kunjung website saya juga mas
BalasHapusguru pilot
tempat install windows
Jasa install software tanjung priok
Jasa Install Photoshop Macbook
Aviranti Antivirus