Senin, 06 Januari 2020

Hubungan Industrial Pancasila

NAMA                        : ANISA DEWI S (30217785)
KELAS                       : 3DD02
MATA KULIAH         : HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA

BIPARTIT DAN TRIPARTIT

1.      Pengertian Bipartit dan Tripartit
Sebuah penyelesaian diluar pengadilan hubungan industrial dapat dilakukan melalui perundingan bipartit dan tripartit. Bipartit merupakan sebuah perundingan yang bertujuan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha. Tripartit merupakan sebuah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha yang difasilitasi oleh mediator, konsiliator, dan arbiter sebagai tindak lanjut dari gagalnya perundingan bipartit.

2.      Peran Bipartit dan Tripartit
Perundingan bipartit dilakukan oleh Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKSB), sedangkan perundingan tripartit dilakukan oleh Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKST). Lembaga tersebut memiliki masing-masing peranan dalam melaksanakan tujuannya, yaitu:
Peranan Lembaga Kerja Sama Bipartit (LKSB):
·        Membangun hubungan industrial yang harmonis dan dinamis
·        Meningkatkan partisipasi pekerja dan produktifitas perusahaan
·        Menampung dan menyalurkan aspirasi pekerja, serta menyelesaikan keluh kesah pekerja
·        Mempersiapkan bahan dan menjelaskan Peraturan Pemerintah (PP)
·        Mempersiapkan bahan perundingan kerja sama bipartit
Peranan Lembaga Kerja Sama Tripartit (LKST):
·        Merumuskan saran bagi penetapan kebijakan oleh pejabat yang berwenang
·        Tukar menukar informasi
·        Konsultasi dan negosiasi
·        Menerbitkan keputusan bersama sesuai dengan kewenangan yang diberikan peraturan UU, antara lain panitia penyelesaian perselisihan perburuhan

3.      Perbedaan antara Bipartit dengan Tripartit
·  Pelaporan LKSB: Pengurus LKSB melaporkan setiap kegiatan kepada → pimpinan perusahaan melaporkan kepada → instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota melaporkan kepada → instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan provinsi melaporkan kepada → Menteri melalui Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, sedangkan Pelaporan LKST: Bupati/Walikota melaporkan pembentukan LKST kabupaten/kota kepada → Gubernur melakukan pemantauan dan melaporkan hasil evaluasi kepada → Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui Direktur Jenderal dibidang pembinaan kelembagaan kerjasama tripartit dan Menteri dalam Negeri melalui Direktur Jenderal dibidang Otonomi Daerah di lingkungan kementerian dalam Negeri melakukan evaluasi, kemudian hasil evaluasi dipergunakan sebagai bahan peningkatan kinerja LKST secara Nasional.
·     Pendanaan pembentukan dan pelaksanaan kegiatan LKSB dibebankan kepada perusahaan, sedangkan LKST dibebankan kepada APBD.

4.      Mekanisme Bipartit dan Tripartit
Kedudukan hukum perundingan Bipartit merupakan penyelesaian yang bersifat wajib. Ketentuan perundingan bipartit:
1.        Perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
2.        Diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan.
3.    Dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para pihak, sifatnya mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak.
4.    Wajib didaftarkan oleh para pihak kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama.
5.  Diberikan akte pendaftaran perjanjian bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan demi perjanjian bersama.
6.   Salah satu pihak atau pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah perjanjian bersama didaftarkan.
7.   Permohonan eksekusi dapat dilakukan melalui PHI di Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon untuk diteruskan ke PHI di Pengadilan Negeri yang berkompeten melakukan eksekusi.
8.   Perundingan dianggap gagal apabila salah satu pihak menolak perundingan atau tidak tercapai kesepakatan.
9.     Salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian melalui perundingan Bipartit telah dilakukan.

Berkas-berkas yang harus disiapkan dalam proses bipartit, yaitu:
·        Kronologis kejadian (dilampiri bukti-bukti)
·        Surat kuasa/mandat (kedua belah pihak)
·        Nota pembelaan
·        Surat permohonan bipartit
·        Berita acara bipartit
·        Risalah bipartit (kalau gagal)
·        Perjanjian bersama (kalau sepakat)
·        Daftar hadir perundingan

Dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial ada 3 bentuk Tripartit, yaitu:
1.  Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.
2.  Konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar sp/sb hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seseorang atau lebih konsiliator yang netral.
3.      Arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan dan perselisihan antar sp/sb hanya dalam satu perusahaan diluar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

Berkas-berkas yang harus disiapkan untuk Tripartit, yaitu:
·        Surat kuasa
·        SK Organisasi dan surat Pencatatan Organisasi
·        Keterangan tertulis tentang duduk perkara perselisihan (dilampiri bukti-bukti tertulis)
·        Surat permohonan pencatatan perselisihan hubungan industrial
·        Surat panggilan/undangan dari Disnaker setempat
·        Surat permohonan/penunjukkan mediasi/konsiliasi/arbitrase
·        Peraturan perusahaan/pkb (pihak perusahaan)
·        Surat perjanjian bersama (kalau sepakat)
·        Anjuran mediator (kalau tidak sepakat)
·        Jawaban anjuran dan putusan arbiter kalau melalui proses arbitrase.

DAFTAR PUSTAKA
http://ratni_itp.staff.ipb.ac.id/2012/06/08/hubungan-industrial-lembaga-bipartit-dan-tripartit/

Senin, 18 November 2019

Hubungan Industrial Pancasila

NAMA                       : ANISA DEWI S (30217785)
KELAS                      : 3DD02
MATA KULIAH       : HUBUNGAN INDUSTRIAL PANCASILA


SERIKAT PEKERJA
1.      Pengertian Serikat Pekerja
·         Pengertian Secara Umum
Serikat Pekerja/Serikat Buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

·         Pengertian Menurut Ahli
Henry Simamora mengemukakan bahwa Serikat Pekerja adalah sebuah organisasi yang berunding bagi karyawan tentang upah-upah, jam-jam kerja, dan syarat-syarat dan kondisi-kondisi pekerjaan lainnya (1999: 678). Dari pengertian tersebut di atas dapat diketahui bahwa serikat pekerja merupakan organisasi berunding bagi para pekerja. Dengan kehadiran Serikat Pekerja para pekerja dapat melakukan negosiasi dengan pengusaha dalam hal kebijakan perusahaan, sebab ketika ada serikat pekerja maka menjadi sebuah kewajiban bagi pengusaha untuk menegosiasikan segala sesuatu dengan serikat pekerja.

2.      Teori Serikat Pekerja
·        Teori Revolusi
Teori  Revolusi muncul dari pergerakan buruh sosialis dan komunis. Menurut pandangan pemuka-pemuka teori Revolusi, sejarah adalah catatan tentang perjuangan kelas. Kelas pekerja diciptakan oleh industrialisasi. Dalam teori ini berusaha menciptakan suatu dunia tanpa kelas-kelas dalam masyarakat, sehingga keadaan masyarakat dalam persamaan ekonomi bagi semua oarang.

·        Teori Demokrasi Industri
Teori ini memasukkan unsur demokrasi dalam hubungan kerja Industri. Berdasarkan penelitian Sydney dan Beatrice Webb terhadap serikat buruh di Inggris, maka dikemukakan teori Demokrasi Industri. Mereka menyimpulkan bahwa perkembangan serikat buruh dalam hubungan kerja industri sejajar dengan pertumbuhan demokrasi dalam pemerintahan.

·        Teori Business Unionism
Teori ini lebih mengutamakan pada aspek ekonomis daripada aspek politisnya. Menurut teori ini, karyawan bersedia bergabung menjadi anggota serikat buruh agar dapat diwakili dalam perundingan dan tawar-menawar tentang syarat-syarat kerja, kondisi kerja, kontrak kerja dan dalam pengawasan hubungan kerja sehari-hari.

·        Teori Sosiopsikologis
Menurut teori ini, serikat buruh dianggap sebagai wadah bagi para buruh agar dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan keinginan mereka.

·        Teori Perubahan
Menurut teori ini, tujuan serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi kerja dalam perusahaan dan perubahan masyarakat.

3.      Sejarah Serikat Pekerja
·         Masa Kolonial
Pada masa kolonial, buruh adalah sebutan untuk sekelompok masyarakat di koloni yang termasuk kaum pekerja, kuli, petani, pegawai Pemerintah, buruh kereta api, perkebunan, pertambangan, industri, jasa, pelabuhan, dan sebagainya. Gerakan-gerakan protes dari kaum petani yang muncul untuk menuntut perbaikan kesejahteraan, kemudian memberikan inspirasi kepada kaum buruh untuk menggalang kekuatan secara kolektif, yang diinisiasi oleh buruh yang bekerja di perusahaan kereta api menuntut perbaikan kondisi kerja.
Perekonomian dimasa kolonial, sebagian besar pekerjaan menuntut tenaga-tenaga fisik yang kuat dan sedikit keterampilan. Oleh karena itu banyak penduduk khususnya di perkotaan yang bekerja sebagai buruh dengan upah harian atau per-jam yang sangat rendah, tanpa jaminan pekerjaan yang mengakibatkan buruh harus terus berpindah pekerjaan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.
Sebagian besar bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk masyarakat Eropa, atau untuk tingkat yang lebih rendah, bagi orang-orang Indonesia atau orang-orang Cina yang kaya, dimana mereka diikat dalam perjanjian dengan upah yang tidak tetap atau kontrak kerja. Sensus tahun 1930, sensus paling teliti di antara sensus-sensus lainnya, menghitung bahwa antara 30%-40% buruh Pribumi di Batavia, Semarang, Surabaya, dan Bandung bekerja sebagai buruh dengan upah harian atau sebagai pembantu rumah tangga.
Serikat Buruh pertama di Jawa dibentuk pada 1905 dalam Perusahaan Kereta Api, tetapi serikat buruh ini dan serikat-serikat buruh lainnya berada dibawah kendali Eropa dan hanya merekrut sejumlah kecil buruh Pribumi. Serikat Buruh mulai banyak terbentuk dan meluas pada tahun 1910-an segera setelah Perang Dunia I ketika serikat-serikat buruh tersebut melakukan gelombang pemogokan yang berkesinambungan dan cukup berhasil sampai 1921.
Pada tahun 1920 telah tercatat bahwa ada sekitar 100 serikat buruh dengan 100.000 anggota. Hal ini tidak terlepas upaya propaganda yang dilakukan oleh aktivis buruh dengan berbagai macam cara seperti pamflet, surat kabar, dan selebaran. Peningkatan jumlah buruh upahan di perkotaan yang terus meluas, dan sadar akan kondisi eksploitatif tempat mereka bekerja dan hidup, serta mulai percaya bahwa mungkin mereka mampu melakukan perbaikan. Pada masa itu, serikat buruh sudah secara aktif dalam usaha kerasnya meningkatkan upah dan juga memperbaiki kondisi kerja bagi para anggota, melalui berbagai cara salah satunya adalah pemogokan.

·         Masa Kemerdekaan
Di Indonesia, khususnya jelang dan setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, serikat buruh menjadi organisasi sosial yang penting karena keterlibatan mereka di dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankannya. Ini mendorong lahirnya berbagai undang-undang dan peraturan yang amat melindungi buruh justru ketika Indonesia belum sepenuhnya merdeka, seperti UU No. 33/1947 tentang Kecelakaan Kerja yang merupakan undang-undang pertama hasil karya pemerintah Indonesia, disusul dengan UU No. 12/1948 tentang Kerja yang berisi berbagai ketentuan yang amat maju pada masanya untuk perlindungan buruh, seperti waktu kerja delapan jam sehari, hak cuti haid bagi buruh perempuan dan lain-lain.
Kecenderungan undang-undang protektif ini berlanjut terus hingga tahun 1950an dengan lahirnya beberapa undang-undang lain yang senada. Seperti UU No 21/1954 tentang Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dan Majikan yang berisi jaminan untuk hak berunding secara kolektif bagi serikat buruh. Juga UU No. 22/1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang mengkanalisasi perselisihan ke lembaga semi-pengadilan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan; termasuk di dalam UU ini adalah larangan pemutusan hubungan kerja tanpa izin terlebih dahulu dari Negara; dan sebagainya.
Di sisi lain, pada masa orde lama Pemimpin Buruh Indonesia telah diperhitungkan dalam kancah internasional karena jadi pelaku utama yang melahirkan wadah serikat buruh internasional. Serikat Buruh Sarbumusi dan Gasbindo ikut mendirikan Konfederasi Buruh Independen Dunia (ICFTU), sementara SOBSI ikut mendirikan wadah serikat buruh sosialis (WFTU).

·         Masa Orde Baru
Lahirlah Masa Orde Baru pada tahun 1965 di bawah Jenderal Soeharto, yang mengambil alih kekuasaan dengan terutama menghancurkan seluruh gerakan progresif termasuk gerakan buruh yang dilumpuhkan dengan tuduhan keterlibatan pada percobaan kudeta yang diklaim dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan Gerakan 30 September (G30S), yang memberi legitimasi tentara mengambil alih kekuasaan dengan menghancurkan berbagai organisasi pendukung PKI dan khususnya organisasi buruh yang tergabung di bawah Sentral Organisasi Buruh Indonesia (SOBSI).
Penghancuran gerakan buruh ini tidak hanya dialami oleh organisasi buruh di bawah PKI, tetapi semua organisasi buruh yang ada pada waktu itu. Sehingga, dengan demikian, Masa Orde Baru pun lahir dan berkembang dengan penghilangan secara sistematis sebuah kekuatan pengimbang dari organisasi sosial dengan tuntutan kesejahteraan dan keadilan sosial seperti serikat buruh, yang selama lebih 30 tahun berada dalam kontrol ketat Negara tanpa peluang menjadi kekuatan pengimbang yang sesungguhnya.
Cukup percaya diri dengan kekuatannya, Orde Baru mempertahankan, atau lebih tepatnya tidak menaruh peduli, undang-undang yang protektif tadi selama era kekuasaannya yang otoriter, namun juga tidak melaksanakannya. Inilah yang dulu disebut sebagai “policy of law non-enforcement”, atau kebijakan untuk tidak menegakkan hukum. Serikat buruh dan gerakannya pun secara sistematis dibungkam, yang menghasilkan posisi tawar buruh yang amat lemah di tingkat perusahaan apalagi untuk mempengaruhi kebijakan dan pembentukan kebijakan ekonomi yang lebih berkeadilan di negeri ini. Satu-satunya serikat buruh yang dibolehkan ada hanyalah SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), yang praktis hanya menjadi stempel dari kebijakan Pemerintah Orde Baru pada waktu itu.

·         Masa Reformasi
Pada masa reformasi mulai terjadi perubahan dengan khususnya relaksasi prosedur pembentukan serikat buruh. Begitu mulai berkuasa, Presiden Habibie yang menggantikan Presiden Soeharto meratifikasi Konvensi ILO No. 87 menjamin hak untuk berserikat bagi buruh. Konvensi ini melengkapi Konvensi No. 98 tentang perundingan kolektif yang sudah diratifikasi sejak tahun 1950an. Sebelumnya Menteri Tenaga Kerja Fahmi Idris pun mengeluarkan sebuah Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mewajibkan agar seluruh serikat buruh yang ada, termasuk SPSI, untuk mendaftar ulang. Ini memungkinkan hadirnya serikat-serikat baru yang marak bermunculan setelahnya, baik yang merupakan pecahan dari SPSI maupun yang betul-betul baru dibentuk pasca-reformasi.
Kebijakan ini kemudian dikuatkan dengan disahkannya UU No. 21/2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang menjadi dasar hukum untuk berkembang dan berfungsinya serikat buruh yang independen dan gerakan yang mereka lakukan kemudian. Undang-undang ini merupakan satu paket dengan UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang menjadi sumber hukum material, dan UU No. 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yang menjadi sumber hukum formil penyelesaian perselisihan perburuhan.
Bagi Indonesia, dengan disahkannya UU No. 21/2000, inilah pertama kalinya ada undang-undang yang merupakan pengakuan secara tegas keberadaan dan hak hukum serikat buruh, setelah lebih tiga puluh tahun gerakan serikat buruh dijinakkan dan dikontrol di bawah konsep dan praktek korporatisme Negara. Meski undang-undang tersebut memuat ketentuan-ketentuan yang menjadi dasar bagi berkembangnya serikat buruh di negeri ini, posisi mereka secara umum masih amat lemah. Pengakuan Negara mengenai keberadaan mereka tidak lantas berarti pengakuan dari pengusaha, yang dikombinasikan dengan lemahnya penegakan hukum yang aktif dari pemerintah dan ketidakpedulian pengusaha yang tidak melihat baik konsekuensi negatif maupun positif untuk mengakui keberadaan serikat buruh itu. Ditambah lagi oleh konflik dan fragmentasi di antara serikat buruh sendiri yang masih amat problematis dan menghambat perkembangan dari posisi serikat buruh yang lebih kuat di masyarakat.

4.      Struktur Organisasi
Berikut merupakan contoh struktur organisasi Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS):


5.      Tujuan Terbentuknya Serikat Pekerja
·         Melindungi dan membela hak dan kepentingan pekerja
·         Memperbaiki kondisi-kondisi dan syarat-syarat kerja melalui perjanjian kerja bersama dengan manajemen/pengusaha
·         Melindungi dan membela pekerja beserta keluarganya akan keadaan sosial dimana mereka mengalami kondisi sakit, kehilangan dantanpa kerja (PHK).
·         Mengupayakan agar manajemen/pengusaha mendengarkan dan mempertimbangkan suara atau pendapat serikat pekerja sebelum membuat keputusan

6.      Contoh Kasus
PT XL Axiata Tbk telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 200 lebih karyawan. PHK ini dilakukan dengan alasan reorganisasi perusahaan untuk menyesuaikan dengan sistem yang ada. XL Axiata melakukan transformasi organisasi dengan alasan persaingan bisnis dan perubahan ke era digital yang terjadi pada industri telekomunikasi di Indonesia. Salah satu dampak transformasi organisasi tersebut adalah PHK massal. Serikat Pekerja XL Axiata telah memperingatkan perusahaan agar rencana transformasi organisasi yang akan dilakukan manajemen tidak boleh dilakukan sepihak dan memaksa.
Dari 200-an lebih karyawan yang di-PHK, ada yang dari awal sepakat atau menginginkan PHK, tapi sebagian lagi terpaksa menandatangani surat PHK. Namun, satu orang yaitu Zulkarnain tetap bersikukuh menolak PHK. Serikat Pekerja XL Axiata dan Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia yang mendampingi Zulkarnain telah melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan agar yang bersangkutan tetap bisa bekerja. Namun, perusahaan tetap mengancam akan mem-PHK Zulkarnain jika tetap menolak. Perusahaan telah mengirim surat ke Dinas Ketenagakerjaan Jakarta Selatan untuk memfasilitasi upaya tripartit terkait PHK Zulkarnain, setelah upaya bipartit tidak tercapai.
Menurut saya, sebelum dilakukannya PHK massal pada PT. XL Axiata Tbk,  seharusnya pihak perusahaan melakukan audit manajemen karyawan kepada para pekerjanya, agar mengetahui bagaimana pencapaian efektivitas kerja karyawannya, tujuannya adalah untuk mengetahui kelemahan. Penyimpangan yang terjadi terkait adanya PHK massal tersebut dimungkinkannya diadakan audit manajemen karyawan ini agar dapat diketahui adanya alternatif dan saran agar perusahaan tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerjanya secara sepihak dan memaksa.



DAFTAR PUSTAKA
Suprihanto John, Hubungan Industrial, BPFE, Yogyakarta, 2002
John Ingleson, Perkotaan, Masalah Sosial, & Perburuhan Di Jawa Masa Kolonial, Jakarta: Komunitas Bambu, 2013, Hal vi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Struktur_organisasi_FSPS.png

https://tirto.id/xl-axiata-phk-massal-hingga-dugaan-pelemahan-serikat-buruh-cBTX

Senin, 21 Oktober 2019

Hubungan Industrial

HUBUNGAN INDUSTRIAL







DISUSUN OLEH:
NAMA: ANISA DEWI S
NPM: 30217785
KELAS: 3DD02
UNIVERSITAS GUNADARMA
2019



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

        Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
    
        Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang
‘Hubungan Industrial’ ini dapat memberikan manfaat maupun menjadi inpirasi terhadap pembaca.
   



Penyusun



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasari nilai-nilai pancasila dan UUD NKRI disebut juga dengan hubungan industrial. Dalam pelaksanaan hubungan industrial, pemerintah, pekerja/buruh atau serikat pekerja buruh, serta organisasi pengusaha mempunyai peran dan fungsi masing-masing yang sudah digariskan dalam UUD. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang hubungan industrial. Dengan adanya hubungan industrial dalam suatu perusahaan, maka akan dapat meningkatkan produktivitas dan kerjasama antar karyawan dan pengusaha, sehingga perusahaan dapat berjalan terus menerus.

1.2  Rumusan Masalah
1.         Bagaimana sejarah Hubungan Industrial?
2.         Apa sebab-sebab dibentuknya Hubungan Industrial?
3.         Siapa pihak-pihak yang terkait dalam Hubungan Industrial?
4.         Apa perbedaan antara Hubungan Industrial dengan MSDM?

1.3  Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui sejarah, sebab-sebab dibentuk, pihak-pihak yang terkait dari Hubungan Industrial, serta mengetahui perbedaan antara Hubungan Industrial dengan MSDM, sehingga para pembaca mengetahui informasi tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Hubungan Industrial

Ø  Masa Revolusi Industri
Pada abad ke-18 revolusi industri yang terjadi di Eropa merupakan awal dimulainya pembahasan hubungan industrial. Dengan adanya revolusi industri, menyebabkan terjadinya perubahan metode industri menjadi lebih cepat, dengan ongkos produksi yang lebih murah dan hasil produksi yang bersifat massal, sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan memungkinkan untuk  memperbesar perusahaan serta melakukan ekspansi usaha hingga ke luar negeri.
Semakin besarnya perusahaan, hubungan antara pengusaha dan pekerja sudah tidak bisa lagi secara pribadi. Masalah-masalah yang muncul semakin kompleks dan tak jarang menimbulkan konflik yang pada akhirnya menghambat proses produksi.  Sejak saat itulah para pihak yang terlibat dalam hubungan industrial menyadari bahwa diperlukan adanya pembahasan untuk menghasilkan suatu aturan yang ketat dan mengikat antara pengusaha dan pekerja yang mengatur hak dan kewajiban baik pengusaha maupun pekerja agar tercipta ketenangan dalam bekerja dan berusaha. Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya hubungan industrial.

Ø  Pasca Revolusi Industri
Di Inggris dan Eropa Barat, pasca revolusi industri hingga akhir abad ke-19 berkembang paham “Free Fight Liberalism” yang dikemukakan oleh Adam Smith. Dalam hubungan industrial, paham ini menciptakan pemahaman bahwa pekerja dan pengusaha memiliki hubungan yang bersifat konflik terus-menerus, karena pengusaha akan berupaya untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sementara pekerja akan berupaya untuk mendapatkan upah sebesar-besarnya.
Konflik yang terjadi antara pengusaha dan pekerja akan berusaha untuk mencapai titik temu. Untuk mencapai titik temu akan terjadi adu kekuatan secara bebas antara pengusaha dan pekerja. Dalam adu kekuatan ini tidak dibenarkan ada pihak yang ikut campur, bahkan pemerintah sekalipun.
Hal inilah yang melahirkan ajaran “Hubungan Industial Liberalisme”, yang mana dalam ajaran tersebut pekerja hanya dianggap sebagai barang atau benda yang merupakan objek dari hukum ekonomi yaitu hukum permintaan dan penawaran. Ajaran tersebut berdampak pada pekerja yang banyak dirugikan. Jam kerja yang tinggi, upah yang rendah, gizi buruk, sehingga pekerja sering sakit-sakitan dan tak jarang anak-anak pun harus ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena standar kesejahteraan pekerja yang sangat rendah saat itu.
Kondisi ini menyebabkan para pekerja tergerak untuk melawan kekuatan pengusaha dengan menyatukan kekuatan melalui organisasi-organisasi pekerja yang pada akhirnya di inggris lahirlah serikat pekerja pertama di dunia yaitu “The Grand National Consolidation Trades Union”. Saat itu para pekerja mulai melakukan perlawanan terhadap pengusaha melalui aksi besar-besaran yang diwadahi oleh serikat pekerja.  “Strike” dan “Lock Out” menjadi senjata masing-masing pihak dan sah dalam hubungan industrial.
Sementara itu di lain pihak, pertentangan antara pengusaha dan pekerja memunculkan pemahaman dalam hubungan industrial yang dikemukakan oleh Karl Marx, yaitu bahwa pengusaha dan pekerja adalah bertentangan. Karena pengusaha akan selalu menekan upah yang serendah-rendahnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Jalan satu-satunya untuk mengatasi keadaan ini adalah bersatunya pekerja dan untuk menghancurkan pengusaha, sehingga pengusaha musnah dari muka bumi dan pekerja menguasai pekerjaan dan pekerja menjadi makmur.
Namun, terbukti pandangan dari Karl Marx ini adalah salah. Beberapa negara penganut paham Karl Marx dengan menghilangkan pengusaha mengalami keterpurukan ekonomi, dan pada akhirnya berusaha melahirkan kembali perusahaan-perusahaan yang berorientasi keuntungan, bahkan mengundang investor asing untuk menanamkan modal di negara mereka.
Ø  Awal Abad ke-20
Di awal abad ke-20, perkembangan hubungan industrial dipengaruhi dengan lahirnya pandangan-pandangan di bidang manajemen seperti “Scientific Management” oleh F.W Taylor yang memberikan pengaruh pada pandangan terhadap pekerja saat itu, yaitu bahwa pekerja adalah sebagai faktor produksi yang selalu diusahakan untuk meningkatkan daya kerjanya dengan meningkatkan efisiensi gerak dan waktu.
Pandangan lainnya yang lebih modern, yaitu “Hawthorne Effect” dari tim peneliti “Hawthorne Western Electric” dibawah bimbingan Elton Mayo, inti dari pandangan mereka adalah bahwa pekerja tidak hanya dipandang sebagai manusia individu, melainkan juga manusia sosial yang saling berinteraksi sesamanya.
Fenomena politik yang mempengaruhi hubungan industrial di awal abad ke-20 adalah perkembangan politik dunia yang mengarah menuju demokrasi. Sejak saat itu “Free Fight Liberalism” sudah tidak dilakukan lagi dan berubah kepada Demokrasi Liberal. Dalam demokrasi, rakyat dapat terlibat dalam politik dengan memilih wakil-wakil mereka untuk duduk di dewan perwakilan/parlemen. Di sana, wakil-wakil rakyat menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan untuk melindungi pekerja dan membatasi kewenangan pengusaha. Dalam hal ini, pemerintah mulai ikut terlibat dalam hubungan industrial melalui peraturan perundangan ketenagakerjaan yang mengikat para pihak dalam hubungan industrial.

Ø  Munculnya Hubungan Industrial di Indonesia
- Sebelum Kemerdekaan
Hubungan industrial pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh Belanda pada akhir abad ke-20 melalui perusahaan perusahaan Belanda di Indonesia. Namun, karena saat itu pekerja-pekerja di perusahaan-perusahaan Belanda didominasi oleh orang-orang Belanda, maka hubungan industrial saat itu terkesan masih terbatas hanya antara “Belanda dan Belanda”. Sekitar tahun 1905 didirikan SS Bond (Serikat personel Kereta Api negara), serikat pekerja yang keanggotaannya juga meliputi pekerja pribumi. Namun tetap masih didominasi oleh pekerja-pekerja belanda dan kurang militan dalam memperjuangkan nasib pekerja-pekerja pribumi miskin. Sehingga pada tahun 1919 organisasi ini pun dibubarkan karena kalah bersaing dengan organisasi lainnya.Perjuangan pekerja pribumi dalam hubungan industrial melaui serikat pekerja berikutnya adalah pada tahun 1908 yaitu dengan berdirinya VSTP atau Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel di Semarang, yaitu serikat buruh kereta api dan trem di yang didirikan oleh Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet. Berbeda dengan organisasi sebelumnya, VSTP lebih militan dalam memperjuangkan kepentingan pekerja-pekerja pribumi miskin. Dalam waktu singkat, VSTP menjadi organisasi besar, termasuk didalamnya adalah Pegawai Perusahaan Kereta Api Swasta SCS (Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij) dan NIS (Nederlands Indische Spoorweg Maatschappij). VSTP adalah serikat pekerja pertama yang sebagian besar anggotanya adalah pekerja-pekerja pribumi dan pimpinan-pimpinannya pun orang-orang pribumi seperti Semaun, Alimin dan Darsono.
Pada perjalanannya, Semaun kemudian memperkenalkan perjuangan kelas dalam hubungan industrial di indonesia. Sehingga hubungan industrial di indonesia berkembang dua paham yaitu Liberalisme dan Marxisme. Namun secara umum hubungan industrial di indonesia saat itu kurang fokus pada sosial politik, melainkan lebih fokus pada tujuan politik perjuangan untuk melepaskan diri dari penjajahan Kolonial Belanda.
- Setelah Kemerdekaan
Masa setelah kemerdekaan, Indonesia masih disibukan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan melawan upaya-upaya pemberontakan di daerah-daerah, sehingga hubungan industrial tidak begitu menjadi perhatian. Namun, orientasi politik masih sangat kental dalam pergerakan serikat-serikat buruh yang pluralistis dengan berbagai paham, sehingga di perusahaan-perusahaan berkembang pola hubungan industrial yang bermacam-macam sesuai dengan paham dan orientasi dari setiap serikat pekerja yang ada di perusahaan tersebut.
Setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959, paham komunis semakin berkembang dan cukup menonjol dalam perpolitikan di Indonesia melalui PKI (Partai Komunis Indonesia) dan menjadikan SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) yang merupakan organisasi sayap PKI sebagai wadah untuk mendominasi hubungan industrial di Indonesia dengan paham komunis.
Pasca peristiwa G-30 S/PKI, Pemerintahan Indonesia memasuki Era Orde Baru. Pada masa ini pemerintah berkomitmen untuk menjalankan Pancasila dengan murni dan konsekuen, sehingga hubungan industrial di indonesia saat itu dikenal dengan “Hubungan Industrial Pancasila”. Pada masa Pemerintahan Orde Baru juga dilakukan penyederhanaan organisasi pekerja. Pada tanggal 1 November 1969 terbentuk MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh  Indonesia). Kemudian pada 20 Februari 1973 berdasarkan deklarasi Persatuan Buruh seluruh Indonesia lahirlah FBSI (Federasi buruh seluruh Indonesia) yang kemudian pada tahun 1985 berubah nama menjadi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang berorientasi di bidang sosial ekonomi untuk kepentingan kesejahteraan anggotanya. Namun dengan penyederhanaan serikat pekerja kesan negatif pun muncul terhadap rezim Orde Baru, yaitu terbelenggunya kebebasan berserikat
Tahun 1998 Pemerintahan Orde Baru berakhir, digantikan oleh Orde Reformasi. Kebebasan berserikat yang sempat terbelenggu di masa Orde Baru kembali diberikan kebebasan di masa Orde Reformasi dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 83 Tahun 1998 – Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi. Hubungan industrial di indonesia kembali diwarnai dengan pluralisme serikat pekerja. Perlindungan bagi pekerja juga lebih terjamin dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.  Sejak saat itu, meskipun masih menjunjung nilai-nilai Pancasila  istilah “Hubungan Industrial Pancasila” digantikan dengan istilah “Hubungan Industrial Indonesia”

Ø  Teori-Teori Hubungan Industrial
Industrialisasi menciptakan ketidakseimbangan para pekerja, sehingga tujuan gerakan buruh juga selalu berubah-ubah  dari masa ke masa. Untuk itu, perlu dikemukakan dan dibahas beberapa teori sehubungan dengan gerakan buruh seperti :
1)      Teori Revolusi
Teori  Revolusi muncul dari pergerakan buruh sosialis dan komunis. Menurut pandangan pemuka-pemuka teori Revolusi, sejarah adalah catatan tentang perjuangan kelas. Kelas pekerja diciptakan oleh industrialisasi. Dalam teori ini berusaha menciptakan suatu dunia tanpa kelas-kelas dalam masyarakat, sehingga keadaan masyarakat dalam persamaan ekonomi bagi semua oarang.
2)        Teori Demokrasi Industri
Teori ini memasukkan unsur demokrasi dalam hubungan kerja Inudstri. Berdasarkan penelitian Sydney dan Beatrice Webb terhadap serikat buruh di Inggris, maka dikemukakan teori Demokrasi Industri. Mereka menyimpulkan bahwa perkembangan serikat buruh dalam hubungan kerja industri sejajar dengan pertumbuhan demokrasi dalam pemerintahan.
Di lain pihak, Sumner Sliehter mengemukakan bahwa melalui serikat pekerja dapat dikembangkan peraturan kerja menjadi suatu sistem : System of Industrial Jurisprudence. Sistem ini lebih bersifat melindungi para pekerja daripada sistem hukum yang melindungi warga negara dari tindak kesewenangan pemerintah.
3)        Teori Business Unionism
Teori ini lebih mengutamakan pada aspek ekonomis daripada aspek politisnya. Menurut teori ini, karyawan bersedia bergabung menjadi anggota serikat buruh agar dapat diwakili dalam perundingan dan tawar-menawar tentang syarat-syarat kerja, kondisi kerja, kontrak kerja dan dalam pengawasan hubungan kerja sehari-hari.
Dalam pandangan Samuel Gempers pemimpin pertama American Federation of Lauber, serikat buruh dibentuk untuk meningkatkan upah dan jaminan ekonomis, menurunkan jam kerja, melindungi kesehatan dan mencegah tindakan sewenang-wenang dari para pengusaha.
Sedangkan Strasser dan John Mitchel menyatakan bahwa motivasi mereka bergabung menjadi anggota serikat buruh karena terdorong oleh kebutuhan harian (ekonomis dan non ekonomis).
4)          Teori Sosiopsikologis
Menurut teori ini, serikat buruh dianggap sebagai wadah bagi para buruh agar dapat memenuhi berbagai macam kebutuhan dan keinginan mereka.
Cartleton H. Parker memandang keanggotaan serikat buruh memberikan suatu kesempatan untuk memuaskan segala kebutuhan pada anggota dalam hubungan kerja mereka.
5)      Teori Perubahan
Menurut teori ini, tujuan serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi kerja dalam perusahaan dan perubahan masyarakat.

Serikat Pekerja/ Buruh adalah organisasi yg dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/ buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yg bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan keluarganya.
Terkait dengan kehadiran serikat buruh, muncul berbagai teori yang dibangun berdasarkan beberapa pandangan. Teori tersebut diantaranya,
1.       Teori Kemakmuran Umum
Kebanyakan anggota pimpinan serikat buruh beranggapan bahwa apa yang baik bagi serikat buruh, baik pula bagi bangsa. Upah tinggi yang diperjuangkan oleh serikat buruh merupakan sumber tenaga beli yang mendorong dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Tuntutan jaminan sosial dan kesehatan oleh serikat-serikat buruh dipandang sebagai suatu tuntutan yang akan memberi manfaat bagi mereka yang berada di luar serikat buruh. Terhadap pendapat tersebut, dilancarkan kecaman bahwa serikat buruh bertanggungjawab atas : WAGE PUSH INFLATION, upah tinggi cenderung menaikkan inflasi.
Terhadap kecaman ini, serikat buruh membantah dengan menyatakan bahwa upah tinggi akan menaikkan produktivitas. Produktivitas yang tinggi akan menurunkan biaya produksi. Maka tuntutan kenaikan upah tidak akan menimbulkan inflasi tetapi sebaliknya menurunkan harga-harga barang.
2.      Teori Labour Marketing
Menurut teori ini, kebanyakan kondisi di tempat buruh bekerja ditentukan oleh kekuatan dan pengaruh buruh di pasar dengan tenaga kerja. Serikat buruh menganggap dirinya sebagai economic agent di pasar-pasar tenaga kerja. Apabila persediaan tenaga kerja lebih besar daripada permintaan akan tenaga kerja, harga tenaga kerja menjadi murah/rendah. Maka supaya tidak merosot harus diadakan keseimbangan.
3.      Teori Produktivitas
Menurut teori ini, upah ditentukan oleh produktivitas karyawan. Maka produktivitas yang lebih tinggi harus memperoleh upaya yang lebih tinggi pula.
4.      Teori Bargainning
Menurut teori bargainning modern, baik karyawan maupun majikan memasuki pasar tenaga kerja tanpa harga permintaan/penawaran yang pasti. Tetapi ada batas harga permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Dalam batas-batas harga tersebut, tingkat upah ditentukan oleh kekuatan bargainning kedua belah pihak. Buruh individual yang berkekuatan lemah harus menerima tingkat upah yang terendah. Sebaliknya, serikat buruh dapat menggunakan kekuatan ekonominya yang lebih besar untuk menuntut tingkat upah yang lebih tinggi.
5.      Oposisi Loyal terhadap Manajemen
Teori ini tidak menyarankan serikat buruh menjadi manajer atau serikat buruh membantu majikan dalam tugas mereka sebagai manajer, akan tetapi teori ini menganjurkan serikat buruh menolak tanggung jawab atas manajemen.

2.2  Sebab-Sebab Dibentuknya Hubungan Industrial
Ø  Tingkat Pendidikan yang Relatif Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah membutuhkan pendekatan komunikasi yang setara dengan pola pikir karyawan. Orang yang berpendidikan rendah umumnya tidak neko-neko. Bagi mereka yang penting tercukupi kebutuhan fisiknya: cukup makan, minum, merokok, dan dapat berpakaian secara wajar. Jika tingkat kebutuhan paling bawah dalam hierarki kebutuhan Abraham Maslow sudah terpenuhi, umumnya mereka juga tenang.
Masalah mulai muncul, umumnya dari rasa iri akibat adanya orang-orang muda yang baru masuk kerja memiliki gaji yang lebih tinggi dari dirinya. Tentu saja karyawan baru dengan tingkat pendidikan lebih tinggi layak mendapat gaji lebih besar. Tapi karyawan lama sering kali menganggap bahwa senioritas adalah lebih penting, karena semakin lama seseorang pada bidang pekerjaannya tentu akan lebih mahir dalam bekerja.
Masalah akan semakin memuncak, apabila ada seorang provokator yang berhasil menghimpun kekuatan melalui kepemimpinan informal. Dia bukan supervisor atau manajer, namun demikian mampu menanamkan pengaruh pada rekan-rekan sekerja yang mayoritas berpendidikan rendah. Bagaikan gayung bersambut, perasaan tidak puas segera menjalar dari satu orang ke orang lain dikalangan pekerja yang senasib karena adanya pemimpin yang menjadi fasilitator.
Ø  Tingkat Pendidikan yang Relatif Tinggi
Karyawan yang berpendidikan tinggi pun bisa menjadi masalah. Umumnya karyawan tipe ini menjadi tidak puas, karena kemampuannya melebihi dari tuntutan yang disyaratkan oleh pekerjaan. Untuk menjadi teller bank misalnya, dulu cukup berpendidikan SMA, tetapi sekarang karena sulitnya mencari pekerjaan, seorang lulusan S1 juga mau menerima pekerjaan tersebut. Wanita lulusan sarjana pun banyak yang bersedia menjadi sekretaris. Lulusan S1 yang lain juga ada yang mau bekerja sebagai operator mesin di pabrik.
Pada tahap awal rasanya biasa saja. Bekerja dan digaji. Tapi dengan berlalunya waktu, ketika karyawan yang berpendidikan tinggi ini bertemu dengan rekan-rekan satu alumni, yang kebetulan lebih beruntung dalam karier, dia mulai berulah. Mungkin dia akan menghadap ke bagian personalia dan minta agar ijazah sarjananya dipertimbangkan, demi untuk mendongkrak golongan. Bagi pegawai negeri hal itu biasa, tapi di perusahaan swasta yang berlaku adalah hukum permintaan dan penawaran. Belum tentu perusahaan swasta mau mendengarkan aspirasinya.
Ø  Hak-hak di Bawah Normatif
Hak-hak normatif adalah hak-hak karyawan sesuai dengan sistem perundang-undangan yang berlaku. Penting bagi manajer SDM untuk menguasai peraturan ketenagakerjaan dan undang-undang yang berlaku. Ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi hak-hak normatif sesuai undang-undang, akan menjadi pintu masuk munculnya masalah hubungan industrial. Cepat atau lambat karyawan akan mengetahui apakah diri mereka telah diperlakukan secara adil mengikuti undang-undang yang berlaku.
Untuk menutup pintu bagi masuknya keresahan karyawan, maka jalan satu-satunya adalah perusahaan harus menaati ketentuan yang telah diatur di dalam undang-undang ketenagakerjaan setempat. Dengan semakin banyaknya lembaga bantuan hukum dan pengacara relawan, maka isu soal ketidakadilan akan menjadi makanan empuk bagi para “pahlawan hukum” tersebut.
Ø  Kesadaran Akan Hak-hak yang Semakin Tinggi
Dalam era teknologi informasi yang semakin canggih, dimana arus informasi dapat datang setiap saat melalui gadget pribadi, maka dampaknya adalah distribusi informasi yang menyebar merata. Orang dimana saja dan kapan saja dapat menerima informasi paling aktual. Akibatnya tidak ada lagi informasi yang tersembunyi bagi setiap orang. Upaya untuk membatasi penyebaran informasi sering kali menjadi percuma karena teknologi dapat mencari celah-celah yang ditutup.
Penyebaran informasi tidak hanya yang bersifat hiburan tapi juga menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak individu. Menyebarnya faham hak azasi manusia semakin membuka kesadaran akan hak-hak individu, baik sebagai pribadi warga negara maupun sebagai karyawan perusahaan. Sebagai akibatnya, setiap orang juga akan tahu apa saja yang menjadi hak-haknya sebagai warga negara maupun sebagai karyawan perusahaan.
Ø  Kesenjangan Ekonomi dan Sosial
Kesenjangan ekonomi dan sosial bukan hanya yang terjadi di dalam perusahaan tetapi juga di luar perusahaan dapat menimbulkan gejolak kaum pekerja. Kesenjangan ekonomi di dalam perusahaan dapat dilihat dari perbedaan gaji tertinggi dan gaji terendah di dalam perusahaan. Jamak terjadi pada perusahaan-perusahaan bermodal asing, mereka menerapkan sistem penggajian berbeda antara ekspatriat dengan pekerja lokal. Jauhnya perbedaan antara gaji karyawan tingkat rendah dengan para staf, manajer, direksi yang berasal dari asing dapat memicu kecemburuan sosial di dalam perusahaan.
Ditambah lagi dengan lingkungan tempat tinggal kaum pekerja yang umumnya berada di rumah kontrakan, rumah petak, akan menambah beban emosi. Di perusahaan mendapat diskriminasi sementara di rumah tinggalnya juga merasakan adanya kesenjangan dalam kehidupan ekonomi dan sosial.

2.3  Pihak-Pihak yang Terkait Hubungan Industrial
Pihak-pihak yang terkait di dalam hubungan industrial adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Hubungan ini mengatur peran masing-masing pihak dan interaksi maupun proses di dalamnya. Aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak semuanya tercantum dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang No 13 Tahun 2003 (Bab XI, Pasal 102, Ayat 1-3) fungsi dari masing-masing pihak adalah sebagai berikut:
Ø  Pemerintah
Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Ø  Pekerja atau buruh dan serikat pekerja atau serikat buruhnya
Menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis.
Ø  Pengusaha dan organisasi pengusahanya
Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja atau buruh secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.

2.4  Perbedaan Hubungan Industrial dengan MSDM
Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :
1.    Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan.
2.    Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartite.
3.    Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masingmasing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.
            Sedangkan MSDM, yaitu bertujuan untuk mengoptimalkan kegunaan dari seluruh pekerja dalam sebuah perusahaan atau organisasi. Selain itu tujuan manajemen sumber daya manusia juga dapat diartikan sebagai sarana membantu para manajer fungsional atau manajer lini supaya mampu mengelola seluruh pekerja dengan cara-cara yang lebih efektif.



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
·         Sejarah hubungan industrial berawal dari masa revolusi industri abad ke-18 hingga abad ke-20 di Eropa.
·         Pada abad ke-20, munculah hubungan industrial di Indonesia yang dibawa oleh Belanda.
·         Munculnya teori-teori dalam hubungan industrial:
- Teori sehubungan dengan gerakan buruh:
1. Teori Revolusi
2. Teori Demokrasi Industri
3. Teori Business Unionism
4. Teori Sosiopsikologis
5. Teori Perubahan
- Terkait dengan kehadiran serikat buruh, muncul berbagai teori yang dibangun berdasarkan beberapa pandangan:
1. Teori Kemakmuran Umum
2. Teori Labour Marketing
3. Teori Produktivitas
4. Teori Bargainning
5. Oposisi Loyal terhadap Manajemen
·         Sebab-sebab dibentuknya hubungan industrial:
1.      Tingkat pendidikan yang relatif rendah.
2.      Tingkat pendidikan yang relatif tinggi.
3.      Hak-hak dibawah normatif.
4.      Kesadaran akan hak-hak yang semakin tinggi.
5.      Kesenjangan ekonomi dan sosial.
·         Pihak-pihak yang terkait hubungan industrial:
1.      Pemerintah
2.      Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya
3.      Pengusaha dan organisasi pengusahanya

DAFTAR PUSTAKA


Hubungan Industrial Pancasila

NAMA                        : ANISA DEWI S (30217785) KELAS                       : 3DD02 MATA KULIAH         : HUBUNGAN INDUSTRIAL PAN...