HUBUNGAN
INDUSTRIAL
DISUSUN
OLEH:
NAMA:
ANISA DEWI S
NPM:
30217785
KELAS:
3DD02
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2019
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis penjatkan kehadirat Tuhan YME yang
telah memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal
dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah tentang ‘Hubungan Industrial’ ini dapat memberikan manfaat maupun menjadi inpirasi
terhadap pembaca.
Penyusun
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Suatu
sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang dan
jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah yang
didasari nilai-nilai pancasila dan UUD NKRI disebut juga dengan hubungan
industrial. Dalam pelaksanaan hubungan industrial, pemerintah, pekerja/buruh
atau serikat pekerja buruh, serta organisasi pengusaha mempunyai peran dan
fungsi masing-masing yang sudah digariskan dalam UUD. Dalam makalah ini akan
dijelaskan tentang hubungan industrial. Dengan adanya hubungan industrial dalam
suatu perusahaan, maka akan dapat meningkatkan produktivitas dan kerjasama
antar karyawan dan pengusaha, sehingga perusahaan dapat berjalan terus menerus.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sejarah Hubungan Industrial?
2.
Apa sebab-sebab
dibentuknya Hubungan Industrial?
3.
Siapa
pihak-pihak yang terkait dalam Hubungan Industrial?
4.
Apa perbedaan
antara Hubungan Industrial dengan MSDM?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk
mengetahui sejarah, sebab-sebab dibentuk, pihak-pihak yang terkait dari
Hubungan Industrial, serta mengetahui perbedaan antara Hubungan Industrial
dengan MSDM, sehingga para pembaca mengetahui informasi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Hubungan Industrial
Ø Masa Revolusi Industri
Pada abad ke-18
revolusi industri yang terjadi di Eropa merupakan awal dimulainya pembahasan
hubungan industrial. Dengan adanya revolusi industri, menyebabkan terjadinya
perubahan metode industri menjadi lebih cepat, dengan ongkos produksi yang
lebih murah dan hasil produksi yang bersifat massal, sehingga perusahaan
mendapatkan keuntungan yang lebih besar dan memungkinkan untuk
memperbesar perusahaan serta melakukan ekspansi usaha hingga ke luar negeri.
Semakin besarnya
perusahaan, hubungan antara pengusaha dan pekerja sudah tidak bisa lagi secara
pribadi. Masalah-masalah yang muncul semakin kompleks dan tak jarang
menimbulkan konflik yang pada akhirnya menghambat proses produksi. Sejak
saat itulah para pihak yang terlibat dalam hubungan industrial menyadari bahwa
diperlukan adanya pembahasan untuk menghasilkan suatu aturan yang ketat dan
mengikat antara pengusaha dan pekerja yang mengatur hak dan kewajiban baik
pengusaha maupun pekerja agar tercipta ketenangan dalam bekerja dan berusaha.
Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya hubungan industrial.
Ø Pasca Revolusi
Industri
Di Inggris dan Eropa
Barat, pasca revolusi industri hingga akhir abad ke-19 berkembang paham “Free
Fight Liberalism” yang dikemukakan oleh Adam Smith. Dalam hubungan industrial,
paham ini menciptakan pemahaman bahwa pekerja dan pengusaha memiliki hubungan
yang bersifat konflik terus-menerus, karena pengusaha akan berupaya untuk
mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sementara pekerja akan berupaya untuk
mendapatkan upah sebesar-besarnya.
Konflik yang terjadi
antara pengusaha dan pekerja akan berusaha untuk mencapai titik temu. Untuk
mencapai titik temu akan terjadi adu kekuatan secara bebas antara pengusaha dan
pekerja. Dalam adu kekuatan ini tidak dibenarkan ada pihak yang ikut campur,
bahkan pemerintah sekalipun.
Hal inilah yang
melahirkan ajaran “Hubungan Industial Liberalisme”, yang mana dalam ajaran
tersebut pekerja hanya dianggap sebagai barang atau benda yang merupakan objek
dari hukum ekonomi yaitu hukum permintaan dan penawaran. Ajaran tersebut
berdampak pada pekerja yang banyak dirugikan. Jam kerja yang tinggi, upah yang
rendah, gizi buruk, sehingga pekerja sering sakit-sakitan dan tak jarang
anak-anak pun harus ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena
standar kesejahteraan pekerja yang sangat rendah saat itu.
Kondisi ini
menyebabkan para pekerja tergerak untuk melawan kekuatan pengusaha dengan
menyatukan kekuatan melalui organisasi-organisasi pekerja yang pada akhirnya di
inggris lahirlah serikat pekerja pertama di dunia yaitu “The Grand
National Consolidation Trades Union”. Saat itu para pekerja mulai
melakukan perlawanan terhadap pengusaha melalui aksi besar-besaran yang
diwadahi oleh serikat pekerja. “Strike” dan “Lock Out” menjadi senjata
masing-masing pihak dan sah dalam hubungan industrial.
Sementara itu di lain
pihak, pertentangan antara pengusaha dan pekerja memunculkan pemahaman dalam
hubungan industrial yang dikemukakan oleh Karl Marx, yaitu bahwa pengusaha dan
pekerja adalah bertentangan. Karena pengusaha akan selalu menekan upah yang
serendah-rendahnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Jalan
satu-satunya untuk mengatasi keadaan ini adalah bersatunya pekerja dan untuk
menghancurkan pengusaha, sehingga pengusaha musnah dari muka bumi dan pekerja
menguasai pekerjaan dan pekerja menjadi makmur.
Namun, terbukti pandangan
dari Karl Marx ini adalah salah. Beberapa negara penganut paham Karl Marx
dengan menghilangkan pengusaha mengalami keterpurukan ekonomi, dan pada
akhirnya berusaha melahirkan kembali perusahaan-perusahaan yang berorientasi
keuntungan, bahkan mengundang investor asing untuk menanamkan modal di negara
mereka.
Ø Awal Abad ke-20
Di
awal abad ke-20, perkembangan hubungan industrial dipengaruhi dengan lahirnya
pandangan-pandangan di bidang manajemen seperti “Scientific Management” oleh
F.W Taylor yang memberikan pengaruh pada pandangan terhadap pekerja saat itu,
yaitu bahwa pekerja adalah sebagai faktor produksi yang selalu diusahakan untuk
meningkatkan daya kerjanya dengan meningkatkan efisiensi gerak dan waktu.
Pandangan
lainnya yang lebih modern, yaitu “Hawthorne Effect” dari tim peneliti
“Hawthorne Western Electric” dibawah bimbingan Elton Mayo, inti dari pandangan
mereka adalah bahwa pekerja tidak hanya dipandang sebagai manusia individu,
melainkan juga manusia sosial yang saling berinteraksi sesamanya.
Fenomena
politik yang mempengaruhi hubungan industrial di awal abad ke-20 adalah
perkembangan politik dunia yang mengarah menuju demokrasi. Sejak saat itu “Free
Fight Liberalism” sudah tidak dilakukan lagi dan berubah kepada Demokrasi
Liberal. Dalam demokrasi, rakyat dapat terlibat dalam politik dengan memilih
wakil-wakil mereka untuk duduk di dewan perwakilan/parlemen. Di sana,
wakil-wakil rakyat menyusun dan menetapkan peraturan-peraturan untuk melindungi
pekerja dan membatasi kewenangan pengusaha. Dalam hal ini, pemerintah mulai
ikut terlibat dalam hubungan industrial melalui peraturan perundangan
ketenagakerjaan yang mengikat para pihak dalam hubungan industrial.
Ø Munculnya Hubungan Industrial di
Indonesia
- Sebelum
Kemerdekaan
Hubungan industrial pertama kali masuk ke Indonesia
dibawa oleh Belanda pada akhir abad ke-20 melalui perusahaan perusahaan Belanda
di Indonesia. Namun, karena saat itu pekerja-pekerja di perusahaan-perusahaan
Belanda didominasi oleh orang-orang Belanda, maka hubungan industrial saat itu
terkesan masih terbatas hanya antara “Belanda dan Belanda”. Sekitar tahun 1905
didirikan SS Bond (Serikat personel Kereta Api negara), serikat pekerja yang
keanggotaannya juga meliputi pekerja pribumi. Namun tetap masih didominasi oleh
pekerja-pekerja belanda dan kurang militan dalam memperjuangkan nasib
pekerja-pekerja pribumi miskin. Sehingga pada tahun 1919 organisasi ini pun
dibubarkan karena kalah bersaing dengan organisasi lainnya.Perjuangan pekerja pribumi dalam
hubungan industrial melaui serikat pekerja berikutnya adalah pada tahun 1908
yaitu dengan berdirinya VSTP atau Vereniging van Spoor-en Tramwegpersoneel di Semarang, yaitu
serikat buruh kereta api dan trem di yang didirikan oleh Hendricus
Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet. Berbeda
dengan organisasi sebelumnya, VSTP lebih militan dalam memperjuangkan
kepentingan pekerja-pekerja pribumi miskin. Dalam waktu singkat, VSTP menjadi
organisasi besar, termasuk didalamnya adalah Pegawai Perusahaan Kereta Api
Swasta SCS (Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij) dan NIS (Nederlands Indische
Spoorweg Maatschappij). VSTP adalah serikat pekerja pertama yang sebagian besar
anggotanya adalah pekerja-pekerja pribumi dan pimpinan-pimpinannya pun
orang-orang pribumi seperti Semaun, Alimin dan Darsono.
Pada perjalanannya, Semaun kemudian memperkenalkan
perjuangan kelas dalam hubungan industrial di indonesia. Sehingga hubungan
industrial di indonesia berkembang dua paham yaitu Liberalisme dan Marxisme.
Namun secara umum hubungan industrial di indonesia saat itu kurang fokus pada
sosial politik, melainkan lebih fokus pada tujuan politik perjuangan untuk
melepaskan diri dari penjajahan Kolonial Belanda.
- Setelah Kemerdekaan
Masa setelah kemerdekaan, Indonesia masih disibukan
dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan melawan upaya-upaya pemberontakan
di daerah-daerah, sehingga hubungan industrial tidak begitu menjadi perhatian.
Namun, orientasi politik masih sangat kental dalam pergerakan serikat-serikat
buruh yang pluralistis dengan berbagai paham, sehingga di perusahaan-perusahaan
berkembang pola hubungan industrial yang bermacam-macam sesuai dengan paham dan
orientasi dari setiap serikat pekerja yang ada di perusahaan tersebut.
Setelah dekrit Presiden 5 Juli
1959, paham komunis semakin berkembang dan cukup menonjol dalam perpolitikan di
Indonesia melalui PKI (Partai Komunis Indonesia) dan menjadikan SOBSI (Sentral
Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) yang merupakan organisasi sayap PKI sebagai
wadah untuk mendominasi hubungan industrial di Indonesia dengan paham komunis.
Pasca peristiwa G-30 S/PKI,
Pemerintahan Indonesia memasuki Era Orde Baru. Pada masa ini pemerintah
berkomitmen untuk menjalankan Pancasila dengan murni dan konsekuen, sehingga
hubungan industrial di indonesia saat itu dikenal dengan “Hubungan Industrial
Pancasila”. Pada masa Pemerintahan Orde Baru juga dilakukan penyederhanaan
organisasi pekerja. Pada tanggal 1 November 1969 terbentuk MPBI (Majelis
Permusyawaratan Buruh Indonesia). Kemudian pada 20 Februari 1973
berdasarkan deklarasi Persatuan Buruh seluruh Indonesia lahirlah FBSI (Federasi
buruh seluruh Indonesia) yang kemudian pada tahun 1985 berubah nama menjadi
SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) yang berorientasi di bidang sosial
ekonomi untuk kepentingan kesejahteraan anggotanya. Namun dengan penyederhanaan
serikat pekerja kesan negatif pun muncul terhadap rezim Orde Baru, yaitu
terbelenggunya kebebasan berserikat
Tahun 1998 Pemerintahan Orde Baru
berakhir, digantikan oleh Orde Reformasi. Kebebasan berserikat yang sempat
terbelenggu di masa Orde Baru kembali diberikan kebebasan di masa Orde
Reformasi dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 83
Tahun 1998 – Pengesahan Konvensi ILO Nomor 87 Tentang Kebebasan Berserikat dan
Perlindungan Hak Untuk Berorganisasi. Hubungan industrial di indonesia kembali diwarnai
dengan pluralisme serikat pekerja. Perlindungan bagi pekerja juga lebih
terjamin dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan. Sejak saat itu, meskipun masih menjunjung nilai-nilai
Pancasila istilah “Hubungan Industrial Pancasila” digantikan dengan
istilah “Hubungan Industrial Indonesia”
Ø
Teori-Teori Hubungan Industrial
Industrialisasi
menciptakan ketidakseimbangan para pekerja, sehingga tujuan gerakan buruh juga
selalu berubah-ubah dari masa ke masa. Untuk itu, perlu dikemukakan dan
dibahas beberapa teori sehubungan dengan gerakan buruh seperti :
1) Teori
Revolusi
Teori Revolusi muncul
dari pergerakan buruh sosialis dan komunis. Menurut pandangan pemuka-pemuka
teori Revolusi, sejarah adalah catatan tentang perjuangan kelas. Kelas pekerja
diciptakan oleh industrialisasi. Dalam teori ini berusaha menciptakan suatu dunia
tanpa kelas-kelas dalam masyarakat, sehingga keadaan masyarakat dalam persamaan
ekonomi bagi semua oarang.
2) Teori
Demokrasi Industri
Teori ini memasukkan unsur
demokrasi dalam hubungan kerja Inudstri. Berdasarkan penelitian Sydney dan
Beatrice Webb terhadap serikat buruh di Inggris, maka dikemukakan teori
Demokrasi Industri. Mereka menyimpulkan bahwa perkembangan serikat buruh dalam
hubungan kerja industri sejajar dengan pertumbuhan demokrasi dalam
pemerintahan.
Di lain pihak, Sumner Sliehter
mengemukakan bahwa melalui serikat pekerja dapat dikembangkan peraturan kerja
menjadi suatu sistem : System of Industrial Jurisprudence. Sistem ini lebih
bersifat melindungi para pekerja daripada sistem hukum yang melindungi warga
negara dari tindak kesewenangan pemerintah.
3) Teori Business Unionism
Teori ini lebih mengutamakan
pada aspek ekonomis daripada aspek politisnya. Menurut teori ini, karyawan
bersedia bergabung menjadi anggota serikat buruh agar dapat diwakili dalam
perundingan dan tawar-menawar tentang syarat-syarat kerja, kondisi kerja, kontrak
kerja dan dalam pengawasan hubungan kerja sehari-hari.
Dalam pandangan Samuel Gempers
pemimpin pertama American Federation of Lauber, serikat buruh dibentuk untuk
meningkatkan upah dan jaminan ekonomis, menurunkan jam kerja, melindungi
kesehatan dan mencegah tindakan sewenang-wenang dari para pengusaha.
Sedangkan Strasser dan John
Mitchel menyatakan bahwa motivasi mereka bergabung menjadi anggota serikat
buruh karena terdorong oleh kebutuhan harian (ekonomis dan non ekonomis).
4)
Teori Sosiopsikologis
Menurut teori ini, serikat
buruh dianggap sebagai wadah bagi para buruh agar dapat memenuhi berbagai macam
kebutuhan dan keinginan mereka.
Cartleton H. Parker memandang
keanggotaan serikat buruh memberikan suatu kesempatan untuk memuaskan segala
kebutuhan pada anggota dalam hubungan kerja mereka.
5) Teori
Perubahan
Menurut teori ini, tujuan
serikat buruh akan selalu berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi kerja
dalam perusahaan dan perubahan masyarakat.
Serikat Pekerja/ Buruh adalah organisasi yg dibentuk
dari, oleh, dan untuk pekerja/ buruh baik diperusahaan maupun diluar
perusahaan, yg bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan
bertanggungjawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan
kepentingan pekerja/ buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/ buruh dan
keluarganya.
Terkait dengan kehadiran serikat buruh, muncul berbagai
teori yang dibangun berdasarkan beberapa pandangan. Teori tersebut diantaranya,
1.
Teori Kemakmuran Umum
Kebanyakan anggota pimpinan serikat buruh beranggapan
bahwa apa yang baik bagi serikat buruh, baik pula bagi bangsa. Upah tinggi yang
diperjuangkan oleh serikat buruh merupakan sumber tenaga beli yang mendorong
dan memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Tuntutan jaminan sosial dan kesehatan oleh
serikat-serikat buruh dipandang sebagai suatu tuntutan yang akan memberi
manfaat bagi mereka yang berada di luar serikat buruh. Terhadap pendapat
tersebut, dilancarkan kecaman bahwa serikat buruh bertanggungjawab atas : WAGE
PUSH INFLATION, upah tinggi cenderung menaikkan inflasi.
Terhadap kecaman ini, serikat buruh membantah dengan
menyatakan bahwa upah tinggi akan menaikkan produktivitas. Produktivitas yang
tinggi akan menurunkan biaya produksi. Maka tuntutan kenaikan upah tidak akan
menimbulkan inflasi tetapi sebaliknya menurunkan harga-harga barang.
2.
Teori Labour Marketing
Menurut teori ini, kebanyakan kondisi di tempat buruh
bekerja ditentukan oleh kekuatan dan pengaruh buruh di pasar dengan tenaga kerja.
Serikat buruh menganggap dirinya sebagai economic agent di pasar-pasar tenaga kerja. Apabila persediaan tenaga kerja lebih
besar daripada permintaan akan tenaga kerja, harga tenaga kerja menjadi
murah/rendah. Maka supaya tidak merosot harus diadakan keseimbangan.
3.
Teori Produktivitas
Menurut teori ini, upah ditentukan oleh produktivitas
karyawan. Maka produktivitas yang lebih tinggi harus memperoleh upaya yang
lebih tinggi pula.
4.
Teori Bargainning
Menurut teori bargainning modern, baik karyawan maupun majikan memasuki pasar tenaga kerja
tanpa harga permintaan/penawaran yang pasti. Tetapi ada batas harga
permintaan/penawaran tertinggi dan terendah. Dalam batas-batas harga tersebut,
tingkat upah ditentukan oleh kekuatan bargainning kedua belah pihak. Buruh individual yang berkekuatan lemah harus
menerima tingkat upah yang terendah. Sebaliknya, serikat buruh dapat
menggunakan kekuatan ekonominya yang lebih besar untuk menuntut tingkat upah
yang lebih tinggi.
5.
Oposisi Loyal terhadap Manajemen
Teori ini tidak menyarankan serikat buruh menjadi manajer
atau serikat buruh membantu majikan dalam tugas mereka sebagai manajer, akan
tetapi teori ini menganjurkan serikat buruh menolak tanggung jawab atas
manajemen.
2.2 Sebab-Sebab Dibentuknya Hubungan Industrial
Ø
Tingkat
Pendidikan yang Relatif Rendah
Tingkat pendidikan yang rendah
membutuhkan pendekatan komunikasi yang setara dengan pola pikir karyawan. Orang
yang berpendidikan rendah umumnya tidak neko-neko. Bagi mereka yang penting
tercukupi kebutuhan fisiknya: cukup makan, minum, merokok, dan dapat berpakaian
secara wajar. Jika tingkat kebutuhan paling bawah dalam hierarki kebutuhan
Abraham Maslow sudah terpenuhi, umumnya mereka juga tenang.
Masalah mulai muncul, umumnya dari
rasa iri akibat adanya orang-orang muda yang baru masuk kerja memiliki gaji
yang lebih tinggi dari dirinya. Tentu saja karyawan baru dengan tingkat
pendidikan lebih tinggi layak mendapat gaji lebih besar. Tapi karyawan lama
sering kali menganggap bahwa senioritas adalah lebih penting, karena semakin
lama seseorang pada bidang pekerjaannya tentu akan lebih mahir dalam bekerja.
Masalah akan semakin memuncak, apabila ada seorang
provokator yang berhasil menghimpun kekuatan melalui kepemimpinan informal. Dia
bukan supervisor atau manajer, namun demikian mampu menanamkan pengaruh pada
rekan-rekan sekerja yang mayoritas berpendidikan rendah. Bagaikan gayung
bersambut, perasaan tidak puas segera menjalar dari satu orang ke orang lain dikalangan
pekerja yang senasib karena adanya pemimpin yang menjadi fasilitator.
Ø
Tingkat
Pendidikan yang Relatif Tinggi
Karyawan yang berpendidikan tinggi
pun bisa menjadi masalah. Umumnya karyawan tipe ini menjadi tidak puas, karena
kemampuannya melebihi dari tuntutan yang disyaratkan oleh pekerjaan. Untuk
menjadi teller bank misalnya, dulu cukup berpendidikan SMA, tetapi sekarang
karena sulitnya mencari pekerjaan, seorang lulusan S1 juga mau menerima
pekerjaan tersebut. Wanita lulusan sarjana pun banyak yang bersedia menjadi
sekretaris. Lulusan S1 yang lain juga ada yang mau bekerja sebagai operator
mesin di pabrik.
Pada tahap awal rasanya biasa saja. Bekerja dan
digaji. Tapi dengan berlalunya waktu, ketika karyawan yang berpendidikan tinggi
ini bertemu dengan rekan-rekan satu alumni, yang kebetulan lebih beruntung
dalam karier, dia mulai berulah. Mungkin dia akan menghadap ke bagian
personalia dan minta agar ijazah sarjananya dipertimbangkan, demi untuk
mendongkrak golongan. Bagi pegawai negeri hal itu biasa, tapi di perusahaan
swasta yang berlaku adalah hukum permintaan dan penawaran. Belum tentu
perusahaan swasta mau mendengarkan aspirasinya.
Ø
Hak-hak
di Bawah Normatif
Hak-hak normatif adalah hak-hak
karyawan sesuai dengan sistem perundang-undangan yang berlaku. Penting bagi
manajer SDM untuk menguasai peraturan ketenagakerjaan dan undang-undang yang
berlaku. Ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi hak-hak normatif sesuai
undang-undang, akan menjadi pintu masuk munculnya masalah hubungan industrial.
Cepat atau lambat karyawan akan mengetahui apakah diri mereka telah
diperlakukan secara adil mengikuti undang-undang yang berlaku.
Untuk menutup pintu bagi masuknya keresahan karyawan,
maka jalan satu-satunya adalah perusahaan harus menaati ketentuan yang telah
diatur di dalam undang-undang ketenagakerjaan setempat. Dengan semakin banyaknya
lembaga bantuan hukum dan pengacara relawan, maka isu soal ketidakadilan akan
menjadi makanan empuk bagi para “pahlawan hukum” tersebut.
Ø
Kesadaran
Akan Hak-hak yang Semakin Tinggi
Dalam era teknologi informasi yang
semakin canggih, dimana arus informasi dapat datang setiap saat melalui gadget
pribadi, maka dampaknya adalah distribusi informasi yang menyebar merata. Orang
dimana saja dan kapan saja dapat menerima informasi paling aktual. Akibatnya
tidak ada lagi informasi yang tersembunyi bagi setiap orang. Upaya untuk
membatasi penyebaran informasi sering kali menjadi percuma karena teknologi
dapat mencari celah-celah yang ditutup.
Penyebaran informasi tidak hanya yang bersifat hiburan
tapi juga menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak individu.
Menyebarnya faham hak azasi manusia semakin membuka kesadaran akan hak-hak
individu, baik sebagai pribadi warga negara maupun sebagai karyawan perusahaan.
Sebagai akibatnya, setiap orang juga akan tahu apa saja yang menjadi hak-haknya
sebagai warga negara maupun sebagai karyawan perusahaan.
Ø
Kesenjangan
Ekonomi dan Sosial
Kesenjangan ekonomi dan sosial bukan
hanya yang terjadi di dalam perusahaan tetapi juga di luar perusahaan dapat
menimbulkan gejolak kaum pekerja. Kesenjangan ekonomi di dalam perusahaan dapat
dilihat dari perbedaan gaji tertinggi dan gaji terendah di dalam perusahaan.
Jamak terjadi pada perusahaan-perusahaan bermodal asing, mereka menerapkan
sistem penggajian berbeda antara ekspatriat dengan pekerja lokal. Jauhnya
perbedaan antara gaji karyawan tingkat rendah dengan para staf, manajer,
direksi yang berasal dari asing dapat memicu kecemburuan sosial di dalam
perusahaan.
Ditambah lagi dengan lingkungan
tempat tinggal kaum pekerja yang umumnya berada di rumah kontrakan, rumah
petak, akan menambah beban emosi. Di perusahaan mendapat diskriminasi sementara
di rumah tinggalnya juga merasakan adanya kesenjangan dalam kehidupan ekonomi
dan sosial.
2.3 Pihak-Pihak
yang Terkait Hubungan Industrial
Pihak-pihak yang terkait di dalam
hubungan industrial adalah pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Hubungan ini
mengatur peran masing-masing pihak dan interaksi maupun proses di dalamnya.
Aturan-aturan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak semuanya
tercantum dalam Undang-Undang ketenagakerjaan. Menurut Undang-Undang No 13
Tahun 2003 (Bab XI, Pasal 102, Ayat 1-3) fungsi dari masing-masing pihak adalah
sebagai berikut:
Ø Pemerintah
Menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Ø Pekerja atau buruh dan serikat
pekerja atau serikat buruhnya
Menjalankan pekerjaan sesuai dengan
kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan
aspirasi secara demokratis.
Ø Pengusaha dan organisasi
pengusahanya
Menciptakan kemitraan, mengembangkan
usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja atau buruh
secara terbuka, demokratis, dan berkeadilan.
2.4 Perbedaan
Hubungan Industrial dengan MSDM
Tujuan Hubungan Industrial adalah
mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan
di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan
industrial, yaitu :
1. Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan.
2. Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara
internal/bipartite.
3. Mogok kerja oleh pekerja serta
penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk
memaksakan kehendak masing‐masing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat
diselesaikan dengan baik.
Sedangkan MSDM, yaitu bertujuan untuk mengoptimalkan kegunaan dari seluruh pekerja dalam
sebuah perusahaan atau organisasi. Selain itu tujuan manajemen sumber daya
manusia juga dapat diartikan sebagai sarana membantu para manajer fungsional
atau manajer lini supaya mampu mengelola seluruh pekerja dengan cara-cara yang
lebih efektif.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Sejarah
hubungan industrial berawal dari masa revolusi industri abad ke-18 hingga abad
ke-20 di Eropa.
·
Pada abad
ke-20, munculah hubungan industrial di Indonesia yang dibawa oleh Belanda.
·
Munculnya teori-teori
dalam hubungan industrial:
- Teori sehubungan dengan gerakan
buruh:
1. Teori
Revolusi
2. Teori
Demokrasi Industri
3. Teori Business Unionism
4. Teori Sosiopsikologis
5. Teori
Perubahan
- Terkait
dengan kehadiran serikat buruh, muncul berbagai teori yang dibangun berdasarkan
beberapa pandangan:
1. Teori
Kemakmuran Umum
2. Teori Labour Marketing
3. Teori Produktivitas
4. Teori Bargainning
5. Oposisi Loyal terhadap Manajemen
·
Sebab-sebab dibentuknya hubungan industrial:
1. Tingkat
pendidikan yang relatif rendah.
2. Tingkat
pendidikan yang relatif tinggi.
3. Hak-hak
dibawah normatif.
4. Kesadaran
akan hak-hak yang semakin tinggi.
5. Kesenjangan
ekonomi dan sosial.
·
Pihak-pihak yang terkait hubungan industrial:
1. Pemerintah
2. Pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruhnya
3. Pengusaha dan organisasi
pengusahanya
DAFTAR
PUSTAKA